Tuduhan organisasi pembela hak asasi manusia bahwa Israel telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terus bermunculan.
Pengakuan 26 veteran tentara Israel yang terlibat perang di Gaza, akhir Desember 2008, merupakan rangkaian tuduhan itu.
Pengakuan ke-26 veteran perang Gaza dirangkum organisasi Breaking The Silence, yang menghimpun para tentara cadangan Israel, dan dipublikasikan hari Rabu (15/7).
Dalam laporan itu digambarkan bagaimana militer Israel menggunakan warga Palestina sebagai tameng manusia, menembakkan peluru-peluru yang berisi fosfor putih di kawasan berpenduduk sipil, dan menggunakan persenjataan secara berlebihan sehingga menyebabkan kehancuran dan kematian yang seharusnya bisa dihindarkan. ”Tidak ada garis merah yang jelas. Jika Anda tidak yakin, bunuh saja. Penembakan sungguh menggila,” ungkap seorang veteran perang Gaza itu.
Para pejabat kesehatan di Gaza dan kelompok-kelompok pejuang HAM mengatakan, lebih dari 1.400 warga Palestina tewas dalam perang di Gaza itu dan 900 lebih di antaranya adalah warga sipil. Ribuan rumah hancur dan jaringan infrastruktur di Gaza pun lumpuh.
Pengakuan ke-26 veteran tentara Israel semakin memperkuat dakwaan yang disampaikan Amnesti International (AI), Human Right Watch (HRW), dan beberapa organisasi di PBB bahwa tindakan pasukan Israel tergolong sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Israel yang menolak tuduhan-tuduhan itu menyatakan bahwa semua itu didasarkan pada desas-desus semata.
Semua musuh
Dalam laporan pengakuan para veteran perang Gaza itu diungkapkan bahwa saat para prajurit bersiap di garis awal untuk bertempur, ledakan-ledakan, baik dari senjata berat, maupun peluru kendali Israel sudah mendahului di mana-mana.
”Sederhananya, kami memulai dengan menembaki tempat-tempat yang dicurigai. Dalam perang perkotaan itu, semua orang adalah musuh Anda. Tidak ada orang tak berdosa,” ungkap seorang tentara dalam pengakuan itu.
Dipaparkan bahwa para tentara sebelum perang diingatkan untuk meminimalkan jatuhnya korban di pihak Israel demi memelihara dukungan warga Israel terhadap militernya. Oleh karena itu, ditekankan lebih baik menembak warga tak berdosa ketimbang ragu-ragu untuk memastikan, apakah mereka musuh atau bukan.
Breaking The Silence, yang merahasiakan identitas para tentara itu, menjelaskan, mereka datang ke organisasi itu karena merasa tertekan dan terus memburuknya nilai-nilai moral di angkatan bersenjata Israel.
Dicontohkan, sebelum memasuki rumah seorang warga Palestina di Gaza, tentara Israel lebih dulu menyuruh paksa seorang warga sipil Palestina untuk masuk ke rumah itu. Hal itu untuk menghindari serangan mendadak dari dalam rumah.
Untuk menghilangkan semua pelindung pejuang Hamas, tentara Israel pertama-tama akan membombardir dari udara dengan artileri berat, kemudian melakukan penghancuran lewat peledakan-peledakan dan gusuran buldoser. Dengan demikian, seluruh wilayah termasuk taman-taman, pepohonan jeruk, dan zaitun pun rata dengan tanah.
”Kami tidak melihat adanya satu pun rumah yang utuh, yang tidak terkena tembakan. Keseluruhan infrastruktur hancur total. Buldoser D-9 melabrak semuanya,” kata tentara-tentara yang memberikan pengakuan itu.