Malam ini suasana warnet tampak ramai. Tak satu pun room yang kosong. Di samping ane ada dua orang kawan yang ikut mengintip apa yang ane lakukan di depan komputer. Entah datang dari hati atau tidak, seorang kawan berkata kalau orang yang nge-net malam minggu itu jomblo. Wakaaak!!! Tidak, betapa hancur hati ane dikatakan jomblo. Apakah itu luapan emosinya saja karena tidak kebagian room yang kosong? Atau memang curahan hatinya yang memang seorang jomblo? Entahlah, yang jelas ane sendiri menampik justifikasinya kalau netter malam minggu itu jomblo. Karena ane bukan JOMBLO!
Mengenai jomblo, langsung saja ane mendapat ilham untuk bicara lebih banyak tentang jomblo dan kehidupan percintaannya. Tapi apakah ada kaitannya, antara jomblo dengan kehidupan percintaan? Bukankah jomblo berarti tak punya kehidupan percintaan alias tak punya pasangan? Salah besar.
Alangkah bijaknya kalau kita sadari kaum jomblo bukanlah kaum tertindas. Tertindas oleh keadaan lingkungan yang memaksa dia untuk tidak memiliki pasangan. Sama sekali tidak. Coba amati masalah yang sedang dialami oleh para jomblowan dan jomblowati (itu istilah, ane pinjem dari salah satu realtiy show yang ‘nggakkk’ banggeddd). Begitu pun dengan ane, ane tahu betul beragam kisah para sahabat yang kebetulan atau disengaja menjadikan dirinya makhluk yang tak tersentuh cinta pada makhluk lain. Termasuk ane sendiri, pernah merasakan nano-nanonya jadi jomblo.
Waduwww, mentang-mentang malam minggu sory-sory ya kalau perbincangan menjadi lebih melow dan melayu. Tapi ane terinspirasi dari gerutunya para sahabat di sekitar ane.
Belum Mau Pacaran
Dika, sebutlah demikian. Ia adalah salah satu kawan ane di bangku kuliah. Secara fisik ia oke. Secara IQ (baca : ay qyu) ia juga oke. Secara finansial??? Nggak janji deh… Yayaya, bercanda. Secara finansial juga oke. Namun sayang, ia tak mau pacaran. Mengapa? Coba tanyakan. Yang jelas, ia bukan aktivis mesjid. Tidak berjenggot. Tidak pula ahli liqo. Artinya, ia tak punya alasan-alasan fundamental untuk mengatakan tidak berpacaran. Singkatnya, ia orang biasa-biasa.
Pernah ane tanya, apakah ia pernah pacaran? Dengan malu-malu ia bilang pernah sekali sambil jawabannya tidak terlalu memuaskan dan cukup meragukan. Itulah yang ane herankan, mengapa ia tak tertarik untuk pacaran? Layaknya anak muda lainnya. Bahkan secara ekstrem, ane bilang jangan-jangan dia dingin sama perempuan. Ia menampik keras. Dengan sederhana, ia bilang saat ini ia belum tertarik untuk mencoba pacaran.
Kasus lainnya, ane bertanya pada Mini, sebut saja begitu. Ia juga salah seorang kawan ane. Mini cukup cantik dan pintar. Di kelas saja, ada beberapa orang yang berusaha melakukan tindak kriminal dengan mencuri hati Mini. Namun sayang Mini menolaknya. Konon, setelah dikorek Mini mengaku belum pernah pacaran sekali pun. Dan, kondisi Mini hampir serupa dengan Dika. Mini juga teman yang baik, tidak ekslusif, bahkan cenderung mudah berbaur. Ia juga bukan aktivis rohis. Cukup saja, ketika ditanya, ia bilang belum mau pacaran.
Ternyata dua kasus di atas menunjukkan bahwa jomblo adalah pilihan. Mereka secara ringan menganggap tak berpasangan pun bukan sebuah masalah. Konon katanya jawabannya pun sederhana, belum mau. Berbeda dengan Shasha (sudah, sebut saja demikian) yang selalu mengeluarkan argumennya tentang larangan pacaran. Apalagi Hasyim, kawan ane yang sekarang melanglang buana ke Timur Tengah, secara radikal mengatakan no pacaran in our religion!
Minder dan Trauma
Lanjut, ada orang yang jomblo karena merasa malu-malu untuk bisa dekat dengan lawan jenis. Baik cowok ke cewek, ataupun sebaliknya. Ada yang minder dengan penampilan fisik, minder dengan kondisi finansial (apalagi itu momok yang menakutkan bagi sebagian cowok), dan seabreg alasan lain yang membuat seseorang malu bertemu dengan lawan jenis.
Setelah meneliti kehidupan bercinta para kawan, ternyata ada juga yang merasa trauma dengan kasus percintaan mereka. Contohnya Abel (samaran cuy…). Ia mengaku trauma disakiti cewek. Ia mengaku pacaran beberapa kali dengan cewek tentunya. Kisah cintanya ia rasakan sangat suci karena tak pernah tersentuh oleh setan-setan pengganggu.
Hubungannya dengan cinta pertamany harus kandas karena ia memilih cewek lain. Ia rasa ceweknya itu terlalu dingin. Dingin. Dasar, dengan rasionya ia memutuskan hubungannya. Lalu berlanjut dengan ceweknya yang berikutnya. Ternyata dalam hitungan bulan, ia mendapat dampratan yang sangat keras. Ceweknya mengaku punya cowok lain selain Abel. Ya, Allah. Itukah karma?
Lanjut ke perjalan berikutnya. Abel berhubungan dengan seorang cewek yang bekrja. Sedangkan ia kuliah. Ternyata, ia mencari celah-celah tak baik yaitu menganggap ceweknya sudah mapan dan sukarela memberikan materi pada Abel. Namun sayang, di suatu hari cewek itu benar-benar menunjukkan kemapanannya, yaitu dengan meminta Abel untuk melakukan pekerjaan yang jelas-jelas diharamkan noram agama dan sosial. Abel berlari. Sayang, cewek itu mengancam Abel dan juga meminta Abel menyerahkan materi yang pernah ia berikan pada Abel.
Oleh karena itu, Abel mendapat kekerasan psikologis yang berdampak terhadap kehidupan percintaan Abel saat ini. Ya, demikianlah cerita-cerita yang menyebabkan orang menjadi jomblo.
Tentunya, masih ada alasan-alasan lainnya. Masih banyak yang belum terungkap. Ane masih akan survey ke lapangan, mengapa seseorang memutuskan untuk jomblo? Atau memang tidak sengaja menjadi jomblo?