Sama-sama di PHK, si A terus meratapi nasib, si B malah jadi petani sukses. Sama-sama miskin, si A menjadi minder, si B aktif bermasyarakat. Sama-sama disakiti, si A tak mau berteman lagi, si B malah jadi banyak teman.
Setiap hari orang berhadapan dengan aneka masalah baik masalah ekonomi (kenaikan harga – harga, bbm, dll), keluarga (pertengkaran atau perselisihan), sekolah (gagal ujian, dimarahi guru, dll), ataupun masalah pekerjaan (tugas belum tuntas, gagal bekerja, dll).
Banyak juga yang menghadapi masalah berat yang menimbulkan perubahan dalam hidup, sebut saja penyakit yang parah (stroke, kanker, dll), bangkrut, atau kematian orang yang dicintai.
Masalah dapat sama tetapi sikap dan tanggapan orang terhadap masalah dapat berbeda…akibatnya pengaruhnya pada diri orang juga berbeda. Ada yang menyenangkan(membawa manfaat positif untuk pengembangan pribadi maupun orang lain) dan ada yang tidak menyenangkan(merugikan diri dan orang lain)
Sikap Positif
Seorang psikolog bernama Kobassa menemukan 3 sikap positif yang sangat mendukung kesehatan pribadi, yaitu:
1. Kontrol, yaitu orang yang memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menjadi penentu nasibnya sendiri. Cara pandang ini menyehatkan karena orang tidak mudah menyalahkan orang lain, situasi atau Tuhan untuk kegagalan atau masalah-masalah yang dialami.
Untuk setiap peristiwa baik itu yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan orang dengan keyakinan kontrol yang tinggi ini cenderung akan melakukan refleksi atau introspeksi diri. Dengan refleksi, orang dapat belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya sehingga pengertiannya akan terus bertambah untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan.
2. Komitmen, yaitu perasaan bertujuan dan keterlibatan dengan kegiatan-kegiatan, maupun hubungan-hubungan dengan orang-orang lain. Dengan komitmen ini, orang-orang tidak cepat menyerah dengan banyaknya tekanan hidup, karena ia dapat meminta bantuan pada orang-orang lain di saat mengalami banyak tekanan.
Orang dengan komitmen yang rendah seringkali memandang keterlibatan dalam kegiatan dan hubungan dengan orang lain hanya akan menjeratnya pada kewajiban-kewajiban yang melelahkan. Akibatnya, ia tidak memiliki sumber-sumber bantuan sosial yang dapat membantunya bertahan ketika menghadapi tekanan hidup.
3. Tantangan, yaitu : Cara memandang kesulitan sebagai sesuatu yang dapat mengembangkan diri bukan mengancam rasa aman diri. Orang demikian adalah orang yang mau mengerahkan segenap sumber dayanya untuk menghadapi persoalan bukan menghindarinya, karena ia tahu manfaatnya untuk pengembangan kemampuan atau ketrampilan diri.
Sebaliknya orang yang memandang persoalan hidup sebagai sesuatu yang mengancam rasa amannya, cenderung akan menghindarinya sehingga ia kehilangan kesempatan untuk lebih meningkatkan diri. Kalaupun orang ini terpaksa menghadapinya biasanya ia akan menghadapi dengan bersungut-sungut akibatnya malah tambah tertekan dan dapat memunculkan persoalan-persoalan baru dalam relasinya dengan orang lain.
Psikolog lain Victor Frankl menemukan bahwa ternyata sikap penerimaan dan syukur membuat orang lebih mampu menghadapi penderitaan. Penerimaan berarti menerima penderitaan atau kesusahan sebagai suatu lakon kehidupan orang.
Hidup memiliki dua sisi, ada susah ada senang, ada baik dan ada buruk. Bersikap jantan dan adil dalam menghadapi hidup menjadi senjata dan kekuatan agar dapat berbesar hati menerima kesusahan. Dalam kepedihan hati, mencari hal – hal baik yang masih dapat disyukuri juga akan membantu proses penerimaan terhadap penderitaan atau kesusahan. Tetapi perlu diingat, menerima tidak berarti menyerah secara pasif, menerima mengarah pada sikap hati untuk berserah diri.
Jadi, pribadi sehat bukanlah pribadi yang bebas dari masalah, pribadi sehat tidak juga berarti senang terus-menerus. Pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu menghadapi setiap persoalan hidup dengan “tersenyum” karena ia memiliki sikap positif terhadap setiap persoalan untuk pengembangan pribadi, membuatnya lebih mau terbuka pada setiap pengalaman manis ataupun getir, menerima dan mensyukurinya.
Pribadi sehat adalah pribadi yang menyenangkan. Sikap tidak mudah menyalahkan orang lain, kemauan untuk berkomitmen, penerimaan dan rasa syukur membuat pribadi sehat lebih mampu menghargai orang lain dan menjadikannya pribadi yang menyenangkan.
Lalu menjadi pribadi yang menyenangkan, perlukah? Tentu saja perlu! Karena orang butuh kehadiran orang lain. Orang tak dapat hidup sendiri dan melakukan segalanya sendiri.
Ketika seseorang menjadi pribadi yang menyenangkan, ia tidak hanya membahagiakan orang lain, tetapi ia juga membahagiakan dirinya sendiri. Hubungan yang baik dan menyenangkan tentu juga akan mengarah pada kesuksesan dalam hidup (dalam sekolah, pekerjaan, pernikahan, keluarga, ataupun dalam masyarakat).
Mari belajar menjadi pribadi yang sehat. Ketika masalah datang, kita boleh bersedih dan merasa kecewa, tetapi kita juga harus memutuskan apakah akan menyerah dan hidup dalam penderitaan selamanya? Atau belajar menerima, memutuskan untuk bangkit dan mengubah hidup menjadi lebih baik? Kita sendiri yang memutuskan… !
Sumber : Kompas