Ada artikel yang berisi dialog seseorang yang sedang mengisi bensin di suatu SPBU dengan seorang satpam penjaga disitu.
Penanya : “Kerja disini digaji pak?”
Satpam : “Iya dong pak.”
Penanya : “Alhamdulillah ya, masih bisa kerja dan digaji. Sementara ada orang lain yang ngga’ punya pekerjaan apalagi digaji”
Satpam : “Iya sih, pak. Tapi, Saya bosan pak, sudah 7 tahun begini terus … jadi satpam aja. Gaji pun naik
ala kadarnya.”
Penanya : “Ooo begitu ya pak. Ohya, sudah sholat pak?”
Satpam : “Belum. Nanti aja, tanggung. Jam 5-an aja deh.”
Penanya : “Wah, sekarang jam 3-an, waktunya ashar. Kalau bapak sholat jam 5 berarti menunda sholat 2 jam. Kalau satu hari ada 5 waktu sholat, rata-rata bapak menunda 5 x 2 jam = 10 jam. Artinya Satu minggu bapak menunda 7 x 10 jam = 70 jam. Satu bulan 4 x 70 jam = 280 jam. Satu tahun bapak menunda 12 x 280 jam = 3360 jam. Dan akhirnya selama 7 tahun bapak telah menunda sholat selama 7 x 3360 jam = 3520 jam atau sama dengan 3 tahun. Nah, jadi dari 7 tahun yang bapak merasa bosan itu, bapak telah kehilangan 3 tahun menunda sholat.”
Satpam : “Wah, iya-ya pak. Banyak banget ya.”
Penanya : “Iya pak. Wajar kalau rezeki bapak tertunda juga.”
Penanya : “Sholatlah tepat waktu pak. Kalau sudah bisa, sholatlah berjama’ah, kalau sudah bisa, tambahkan dengan yang sunah, kalau sudah bisa, lengkapi dengan sholat Dhuha dan Tahajud. Lalu sempurnakan dengan sedekah.”
Satpam : “Iya pak, astaghfirullah. Jadi selama ini saya sendiri yang menjadi penyebab tertundanya rezeki Allah turun.”
Nyuussss, bagai es segar yang mengguyur udara panas dibulan puasa ini, beberapa kalimat tanya-jawab antara seorang ustadz yang sering tampil di TV dengan seorang satpam SPBU itu memberikan kesegaran, kesejukan sekaligus efek kejut bagi saya yang selama ini masih sering melewatkan sholat di awal waktu.
Mungkin juga sebagian rezeki yang tertunda selama ini adalah buah dari ketidaktaatan saya sendiri pada perintah Sang Pemilik Kekayaan dan Pemberi rezeki.
Astaghfirullahal’adziim. Yaa Robb ampuni dan kasihilah hamba-Mu ini.